Dampak Buruk Politik Uang Menuntun ke Berbagai Korupsi

BOGANINEWS – Tidak bisa dipungkiri, politik uang masih menjadi ancaman setiap kali mendekati pemilu. Janji manis berupa amplop berisikan uang atau bingkisan lainnya, masih dijadikan strategi untuk meraup suara sebanyak-sebanyaknya.

Menurut seorang ilmuwan politik asal Amerika Jeffrey A. Winters, politik uang adalah tindakan politik memobilisasi pemilih agar memilih parpol dan calon tertentu di TPS dengan memberi imbalan sejumlah uang, barang atau jasa dalam Pemilu/Pemilihan.

Padahal, praktik-praktik suap seperti itu pada akhirnya hanya akan melahirkan pemimpin-pemimpin ke berbagai korupsi ketika menjabat nanti. Tentunya tidak lain untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan saat transaksi jual beli suara dilakukan.

Seperti dalam buku berjudul “politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientelisme Pada Pelilu Legislatif 2014” pernah dijelaskan bagaimana proses pembelian suara yang dilakukan secara sistematis.

Nah jika politik uang ini terus dibiarkan, tentu bukan hanya berdampak buruk bagi masyarakat tapi juga negara. Politik uang hanya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang pragmatis dan menuntun ke arah korupsi.

Jangan heran pemimpin  yang lahir dari hasil politik uang dalam mengambil kebijakan dan keputusan tidak lagi representatif dan akuntabel. Kepentingan rakyat justru menjadi urutan sekian setelah kepentingan pribadi mereka diutamakan.

Begitu juga dengan wakil rakyat yang lahir dari hasil politik uang tidak lagi memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi hanya sibuk untuk mengembalikan modal yang dikeluarkian.

Tidak heran juga jika Negara khususnya di Indonesia demi melindungi masyarakatnya telah mengatur kebijakan hukumnya untuk melindungi demokrasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang pemilihan umum khususnya Pasal 523 ayat(1), ayat (2), dan ayat (3) mengatur tentang larangan poltik uang yang terbagi dalam tiga masa atau tahapan yaitu;

Pertama, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)

Kedua, setiap pelaksana, peserta, dan/ atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

Ketiga, Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Gerakan Tolak Politik Uang

Salah satu cara untuk melahirkan pemimpin atau wakil rakyat yang benar-benar pro rakyat dan tidak korupsi, tentunya juga dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta menolak politik uang.

Jika masyarakat benar-benar memilih pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang berintegritas, tentunya korupsi di negeri ini perlahan-lahan bisa diberantas.

Nah gerakan tolak politik uang di pemilu bisa menjadi salah satu cara mencegah korupsi dan melahirkan pemimpin-pemimipin atau wakil-wakil rakyat yang benar-benar pro rakyat.

Penulis: Sutrisno Tola

Komentar