BOGANINEWS, BOLMONG – Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi para Kepala Desa (Kades) memang sangat dibutuhkan. Apalagi Bimtek ini terkait dengan peningkatan kapasitas pengetahuan para Pemerintah Desa. Namun, apa jadinya jika anggaran kegiatan Bimtek tidak tertata anggarannya, tapi tetap dilaksanakan.
Hal itulah yang terjadi pada sejumlah Kades di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Pada bulan Oktober dan awal Desember 2017, mereka mengikuti kegiatan pelatihan (Bimtek) di Jakarta. Sayangnya, kegiatan yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2017 ini, tidak tertata dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang menjadi rujukan pelaksanaan kegiatan.
“Kegiatan ini bersumber dari APBDes Tahun 2017. Masalah yang terjadi tidak ada kegiatan itu didalam ABPDes yang sudah ditetapkan oleh Desa,” ungkap sumber resmi yang enggan namanya dipublis, Senin (17/12).
Menurut sumber, agar kegiatan ini bisa dipertanggungjawabkan, para Kades yang ikut Bimtek pun akhirnya memutar otak untuk memasukkan kegiatan Bimtek pada APBDes Perubahan Tahun 2017. Padahal kegiatannya sudah dilaksanakan jauh sebelum APBDes Perubahan disusun. “Karena tidak ada kegiatannya pada ABPDes Induk, maka kegiatan ini dipaksa harus masuk ke APBDes Perubahan Tahun 2017,” tutur sumber.
Menariknya, untuk biaya tiket dan seluruh akomodasi kegiatan disetor ke Dinas PMD Kabupaten Bolmong, dengan besaran masing-masing Kades sebesar Rp13 juta lebih. “Sebenarnya banyak Pemerintah Desa yang tidak mau ikut dalam kegiatan Bimtek itu. Tapi dipaksa bahwa semua Kepala Desa harus ikut. Dana ini diserahkan ke PMD, nah PMD lah yang kemudian belanja tiket dan seluruh akomodasi kegiatan. Jika ditotal untuk kegiatan Bimtek tahap dua (Desember, red) dari 115 Sangadi (Kepala Desa) yang ikut, kurang lebih menghabiskan dana sebesar Rp1,5 Miliar,” paparnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Bolmong, Albert Tangkere mengatakan, jika memang Bimtek itu tidak tertata dalam APBDes, maka itu merupakan sebuah kesalahan dan harus dikembalikan ke Kas Desa. “Risiko tanggung sendiri. Itu TGR kembalikan dana itu ke Kas Desa,” katanya melalui telepon seluler.
Dijelaskannya, untuk kegiatan yang tertata dalam APBDes itu harus sesuai hasil musyawarah dengan masyarakat Desa. Itu menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan. “Tidak bisa dipaksakan kalau tidak ada di APBDes. Sebab itu ada tahapannya, ada persetujuan dari BPD dan masyarakat, agar tidak salah. Kami tidak bisa mencampuri hal itu, karena keputusan itu ada di desa,” terangnya.
Albert juga tak menampik, jika dana itu disetor ke pihaknya. Namun diterangkannya, PMD hanya membantu memfasilitasinya. “Kegiatan ini adalah hajatan dari desa. PMD ada Satu lembaga resmi untuk melakukan pelatihan. PMD membantu memfasilitasi itu dan Pelatihan itu dilaksanakan oleh lembaga resmi. Iya PMD menerima dana itu, tapi PMD hanya membantu melayani mereka (Kades),” kata Albert. (Ino)
Komentar