Usaha Lapi-Lapi Mami Ep Turut Lesatrikan Budaya

BOGANINEWS, KOTAMOBAGU – Sumarni Sechmat (64) warga Desa Tabang, Kecamatan Kotamobagu Selatan yang dikenal dengan sebutan Mami Ep ini terus mempertahankan dan melestarikan budaya Suku Mongondow lewat usaha Lapi-lapi’nya sejak tahun 1960-an.

Untuk usaha ini, Sumarni tak memberikan batasan, sebab, ia tak hanya menerima permintaan per paket saja. Tetapi juga menerima pesanan terpisah. “Bisa untuk dekorasi pelaminan saja, bisa juga untuk rias pengantin, tapi kalau paket juga lebih baik,” kata menantu Mami Ep, Rinto Mokoginta.

Menurut Rinto, bertahannya usaha Lapi-lapi’ ini bisa menjadi angin segar, terutama bagi kalangan muda untuk dijadikan pintu masuk, mempelajari lebih jauh budaya orang Mongondow saat menikah.

“Banyak masyarakat yang sudah tidak tahu, terutama kaum muda, karena mulai mengalami pergeseran budaya dan beralih ke modern. Sudah jarang yang bergerak pada usaha serupa. Bahkan kaum muda sudah tidak bisa membuat Lapi-lapi’ itu sendiri,” ujar Rinto.

Padahal dengan mempelajari cara membuat Lapi-lapi’ akan ada efek dominonya. Peralihan budaya membuat Lapi-lapi’ menjadi mulai jarang ditemui, kelangkaan ini justru turut mempengaruhi harga. Tak tanggung-tanggung, per meter Lapi-lapi’ ini dihargai Rp300 ribu dan dalam penggunaannya, paling sedikit untuk kebutuhan duka, harus dibutuhkan paling tidak 3 meter. Sehingga dari usaha ini, Mami Ep selain bisa terus melestarikan budaya, juga bisa meraup omset jutaan rupiah.

“Untuk pemesanan, tata rias, pelaminan, atau Lapi-lapi’ bisa menghubungi nomor telepon 085240751789,” singkat Rinto.

Lapi-lapi’ sendiri adalah ornamen penting dalam setiap perayaan Suku Mongondow, berbentuk kain panjang yang dijahit sedemikian rupa, dengan warna dasar hitam dan dipadupadankan dengan beberapa warna mencolok, seperti kuning emas, merah, dan hijau. Diatas permukaan ditambah dengan manik-manik, bersamaan pola yang telah dibentuk untuk direkatkan pada dasar kain.

Lapi-lapi’ ini sering ditemui pada dekorasi Puade atau pelaminan, dan atau tempat duduk pengantin. Selain itu bagi suku Mongondow, Lapi-lapi’ juga digunakan pada Tonggoluan atau tempat tidur mayat sebelum dikuburkan, tempat tidur ini biasanya ditutupi kain putih dan dihias sedemikian rupa, termasuk diberi Lapi-lapi’ pada setiap sudut pun lingkaran kain putih tersebut.

Diketahui sebelumnya, dalam rangka pelestarian dan penyelarasan budaya khusus, pernikahan Suku Mongondow, pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kotamobagu, juga menggelar rapat bersama budayawan dan penata rias pengantin.

“Ini adalah agenda sebelum nanti seminar, karena ini adalah yang penting yang mendasar, tidak menutup kemungkinan untuk kami dorong agar bisa diperda atau perwako-kan, dengan harapan adat budaya suku Mongondow, terutama dalam pernikahan bisa lestari,” singkat Kepala Disparbud, Anki Taurina Mokoginta.(*)

Komentar