Menjelang Pilkada Bolmut 2024, beberapa partai politik (parpol) telah membuka pendaftaran bakal calon Bupati – Wakil Bupati. Ada yang sudah mengunci hanya untuk satu nama, ada juga yang masih berdiam diri. Ini adalah hal wajar ketika kita menyongsong kontestasi politik.
Di tengah hiruk pikuk konsolidasi, partai politik juga harus keluar dari politik elektoral kekuasaan menuju politik gagasan, maka tentu harus melihat kualitas calon Bupati dan Wakil Bupati melalui pandangan akademik. Sebab, setelah melihat hasil Pemilu pada bulan Februari kemarin, kehadiran generasi milenial dan Gen Z yang cenderung rasional sebagai pemilih terbesar yang merupakan tantangan bagi parpol.
Parpol harus beralih ke politik gagasan ketimbang mempertahankan politik kekuasaan. Jangan sampai, hingga memasuki Pilkada ke – empat, kontestasi elektoral belum beranjak dari politik kekuasaan ke politik gagasan.
Dengan adanya politik gagasan maka secara tidak langsung ini akan mengikis keterbelahan para elit politik sampai pada tingkat konstituen. Sangat berbahaya jika elite dan akar rumput (grassroot) terjebak dalam konflik politik berkepanjangan. Tentu tidak kondusif bagi pembangunan demokrasi, juga tak produktif bagi konsolidasi daerah.
Keterbelahan politik terbukti ampuh menggerus nilai-nilai kolektivitas yang menimbulkan ekses curiga berlebihan.
Padahal, kualitas pembangunan bergantung pada kualitas pemimpin, dan kualitas pemimpin bergantung pada standar rasionalitas pemilih. Salah pilih, menyesal kemudian.
Memilih kepala daerah berarti menitipkan arah pembangunan daerah ke depan, yang juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Utamanya, gagasan dan agenda kerja bukan politik transaksional dan politisasi identitas. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 adalah momentum untuk koreksi dan perbaikan. Tentukan ke mana daerah kita akan melangkah.
Oleh: Ramlan Tinamonga, SP
Komentar