BOGANINEWS, BOLTIM – Pemerintah Desa (Pemdes) Jiko Belanga, tepis isu tudingan yang beredar bahwah pihakanya telah melakukan aktifitas penjualan tambang pasir (galian C), di Lokasi muara sungai sampai bibir pantai.
Hal ini dijelaskan Kepala Desa (Sangadi) Riman Manuho pada media ini, dan masyarakat sekitar, Kamis (19/8/2021).
Dikatakan Riman, bahwa lokasi itu bukan aktivitas penambang pasir, ataupun seperti yang diberitakan galian C.
“Diketahui muara pantai Jiko Belanga sejak tahun 80-an masyarakat sudah mengambil pasir untuk membangun rumah meraka, juga pemanfaatan pembangunan rumah Ibadah. Jadi pasir-pasir itu hanya dipakai pribadi di Desa kami, bukan seperti yang dikatakan pemdes telah di perjual belikan,” terang Manuho.
Dikatakannya, awalnya Pemdes membeli pasir dari Desa tetangga, yakni di Desa Matabulu, tetapi masyarakat meminta agar sumber daya yang ada di Desa dipergunakan.
“Maka dari itu kami Pemerintah Desa memperbolekan Warga untuk mengambil pasir, dan digukaan kepada proyek-proyek yang ada didalam Desa, guna membantu perekonomian Warga, memberdayakan masyatakat, ketimbang kami membeli pasir dari luar Desa,” tegasnya.
Imbuhnya, memang ada proyek pembuatan drainase.
“Nah bahan material pasirnya kami ambil dari muara sungai, kami tidak sama sekali menjual pasir di lokasi itu keluar, kami hanya pake sendiri, atau masyarakat sekitar yang mengunakan pasir Itu,” jelas Riman Manuho.
Menurutnya, tidak ada sisitem galian C, lokasi itu lahan adat dari tahun 1980.
Ditegaskannya, sejauh ini tidak pernah ada dampak dan komplen dari masyarakat, justru masyarakat yang memanfaatkan mengunakan pasir, untuk pembuatan rumah dan bangunan lainya.
“Lokasi ini sudah di bahas dari hasil musyawarah desa, tingkat kecamatan dan sampai di DPRD Boltim, dan sejak tahun 1980 diwilayah tersebut, memang telah dibebaskan untuk lahan pengerukan pasir pembangan rumah warga Jiko,” ujarnya.
Ditambahkannya, pasir selain hanya untuk kebutuhan warganya, lokasi itu juga sudah diatur tidak sembarangan mengambil pasirnya.
“Disekitar lokasi, dulu tidak ada rumah disitu, tapi setelah ada rumah, kami ambil kebijakan hanya sebagian yang bukan dimuaranya, itu dibolehkan di ambil pasirnya, tidak ada pengikisan atau abrasi. Jadi saya tegaskan itu bukan galian C, atau tambang pasir,” paparnya.
Dijelaskannya, lokasi itu juga sudah mematok batas tidak bisa mengambil pasirnya melebihi batas patok itu.
“Harus menunggu jika ada pasir hanyut dan tertampung baru itu yang di ambil, jadi tidak seperti apa yang di beritakan, perusakan atau di jual, sampe ada pengerukan pengikisan (Abrasi) sungai dan bibir pantai,” katanya.
Sedangkan mengenai bantuan rumah, tambah Sangadi, sebagian warganya yang mendapatkan bantuan rumah dari pemerintah, mengeluhkan keterbatasan anggaran untuk membeli material pasir, guna pembangunan rumah.
“Akhirnya masyarakat pun mengambil dimuara, dengan alasan jika semen tidak cepat digunakan maka akan mengeras alias membatu”.
“Karena ada bantuan rumah dan tidak ada anggaran untuk membeli pasir. Terus kalau membeli pasir, tidak akan cukup, siapa yang akan tanggung jawab rumah ini, namun kami dari Pemdes, untuk bantuan rumah itu secara bertahap, yang belum nanti akan menyusul, dan kami ada kriteria penilaian terhadap sipenerima bantuan, apa dia layak mendapatkan bantuan atau tidak,” ungkapnya.
Diketahui dari total 303 Kepala Keluarga (KK) di desa Jiko Belanga, yang tidak setuju tiga KK, dan kompleks lorong, sedangkan yang setuju ada 300 KK untuk pemanfaatan pengambilan pasir demi pembanguan di desa.
Reporter : Agung
Komentar