Bersama Menkeu, Yasti Jadi Narasumber Perempuan Penggerak Ekonomi di Masa Pandemi

BOGANINEWS, BOLMONG Momentum peringatan Hari Kartini, Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Yasti Soepredjo Mokoagow, Jumat (23/4/2021) menjadi narasumber pada acara discusshe perempuan penggerak ekonomi di masa pandemi, yang digelar Tempo Media Group livestreaming Youtube Tempotco, Facebook Koran Tempo dan saluran digital tvTempo.

Selain Bupati Bolmong, dalam diskusi tersebut juga menghadirkan narasumber perempuan lainnya seperti Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani, Staf Ahli Bidang Keuangan dan Pengembangan UMKM Kementerian BUMN Loto Srinaita Ginting, Direktur PT HM Sampoerna Tbk Elvira Lianita, Ekonom INDEF Enny Sri Hartati, dan dipandu moderator Retno Sulistyowati Redaktur Ekonomi Bisnis Majalah Tempo.

Dalam diskusi itu, semua narasumber dipersilakan bicara. Memasuki giliran Yasti, moderator mempersilahkan Yasti untuk menjelaskan dampak pandemi Covid-19 di Kabupaten Bolmong terhadap perekonomian, dan jika dikaitkan dengan perempuan bagaimana pemetaan pemerintah di kabupaten dan sejauh mana perannya.

Dalam pemaparannya, Yasti sempat menggambarkan kedudukan Bolmong yang memiliki luas wilayah 26 persen luas di Sulawesi Utara, serta daerah yang sangat kaya akan sumber daya alam diantaranya 70 ribu lahan perkebunan jagung, 24 ribu lahan pertanian, 50 ribu lahan kelapa dalam, 5000-an untuk tanaman holtikultura. Kemudian ada kopi sekitar 7000 hektar, coklat dan lain sebagainya.

Di saat masa pandemi, pemerintah dan masyarakat Bolmong tidak begitu sulit mengatasi perekonomian. Dimana kata Yasti, pemerintah memberikan berbagai stimulus yang utamanya dibidang pertanian seperti bantuan bibit, bantuan pupuk kepada petani kami berikan. Kemudian, melakukan kampanye agar masyarakat tetap melaksanakan aktivitas berkebun. Misalnya, yang berprofesi nelayan tetap nelayan, karena kita memiliki bibir pantai kurang lebih 121.000 Km.

Selain itu, juga melakukan optimalisasi lahan pertanian. Ada Peraturan Bupati, dimana kepala-kepala desa, diminta untuk mendata semua lahan yang ada di masing masing desanya. Untuk mendata yang sudah di garap dan belum di garap. Kalau yang belum di garap, Pemerintah akan ikut campur disitu. Pemerintah akan meminta mereka bercocok tanam, atau bisa dipinjamkan ke masyarakat lain untuk tanaman bulanan. Inilah yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Bolmong di masa pandemi naik dari 7 persen jadi 7,3 persen. Ini tertinggi di Sulut dan di atas rata-rata Nasional yang pada saat itu banyak daerah minus pertumbuhan ekonominya.

“Saya harus jelaskan kenapa masuk ke wilayah pertanian, karena memang kita memiliki lahan pertanian yang begitu luas dan harus di manfaatkan. Hari ini, untuk melanjutkan produksi pertanian kami, yang tidak lain adalah lumbung beras provinsi Sulut dan daerah sekelilingnya. Kami berkerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK melihat potensi putaran ekonomi yang lebih besar ada di Kabupaten Bolmong. OJK menghimpun perbankan Nasional dan daerah, dan menghimpun juga pembeli dalam hal ini Java atau Pokban. Kita sudah dua kali rapat dengan OJK, Insya Allah bulan depan sudah ada keputusannya,” jelas Yasti.

Lanjutnya, Pemda Bolmong memberikan bantuan pada saat pandemi kurang lebih Rp30 Miliar untuk bibit dan pupuk kepada petani. Itu hanya mampu untuk 14.500 hektar lahan. Jika Pemkab Bolmong memberikan subsidi, karena bunga pinjaman kredit UMKM itu 6 persen, Rp 300 Miliar hanya Rp18 Miliar, Rp30 Miliar menghasilkan pertumbuhan ekonomi 7,3 persen di masa pandemi. Kalau kemudian Rp300 Miliar pinjaman dari perbankan dan subsidi bunga diberikan pemerintah daerah, bisa kita bayangkan berapa besar putaran uang disitu.

“Saya memberikan contoh 50.000 hektar lahan kita tanami jagung. Satu hektar lahan itu bisa menghasilkan 5 Ton jagung dengan harga 4000 per Kg. Kalau 4000 per 1 kg, didalam satu hektar itu ada 5 ton berarti masyarakat mendapatkan Rp20 juta per hektar kalau kita kali dengan 50.000 hektar ada Rp1 Triliun untuk 3 bulan masa tanam. Putaran ekonominya luar biasa, itu baru poin jagung, belum lagi padi,” kata Yasti dalam diskusi itu.

Sementara untuk padi kata Yasti, Pemkab Bolmong telah bekerja sama dengan Universitas Samratulangi untuk mengembangkan padi jenis sulutan. Saat ini petani hanya mampu memproduksi padi 3 sampai 4 Ton gabah. Padi jenis sulutan ini mampu memproduksi 6 sampai 7 ton gabah. Artinya terjadi intensifikasi pertanian yang luar biasa untuk padi. “Kami berharap Pemerintah Pusat hadir disini. Kita lihat potensi-potensi ekonomi itu bergerak dari desa,” katanya.

Selanjutnya, Retno Sulistyowati menanyakan langkah Pemerintah sendiri menyiapkan berbagai program yang disalurkan kepada daerah. “Sejauh mana program itu sudah sampai ke Bolmong. Bantuan subsidi pupuk, bantuan bibit atau padi, dari sektor perbankan, subsidi bunga, sudah berapa besar sudah diterima Bolmong?,” tanya Retno.

Yasti menjawab bahwa, Bansos dari Pemerintah Pusat masuk di Bolmong cukup besar, ada sekitar 14 ribu penerima untuk bahan pangan. Kemudian untuk pupuk, bibit masih sedikit jika dibandingkan dengan luas lahan dan petani di Kabupaten Bolmong. Sehingga memaksa pemerintah Bolmong mengalokasi anggaran bibit dan pupuk untuk petani. “Kami menjaga agar tidak terjadi kelangkaan pangan dan ada daya beli masyarakat. Program Pemerintah Pusat di Bolmong masuk tapi sedikit, sehingga memaksa kita menguras APBD. Kami alihkan dari dana pembangunan infrastruktur untuk memberikan bantuan stimulan untuk petani, berupa bibit dan pupuk agar tidak terimbas pandemi Covid-19,” terangnya. (Advertorial)

Komentar