Penolakan Jadi Penyebab Vaksin MR di Kotamobagu Belum Capai Target

BOGANINEWS, KOTAMOBAGU – Vaksin Measles Rubella (MR) untuk mencegah penyakit campak dan rubella yang sedang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kotamobagu sejak 1 Agustus 2018 lalu, masih jauh dari target. Tercatat, hingga pertengahan September ini baru mencapai 52,7 persen.
Menurut Kepala Dinkes Kotamobagu melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Penyakit Apek D.M mengungkapkan, masalah imunisasi yang akhir-akhir ini menimbulkan pro-kontra dimasyarakat, menyebabkan Kota Kotamobagu merupakan salah satu Kabupaten-Kota di Sulawesi Utara yang capaiannya terendah.
“Dimana sampai pertengahan September ini baru mencapai 52,70 persen yang sudah di imunisasi. Jadi, dari 30 ribuan anak, masih ada sekira 14 ribu anak yang belum di imunisasi MR.  Itu tersebar di sekolah-sekolah yang menolak,” kata Apek. Senin (17/9).
Terkait beberapa penolakan ini kata Apek, pihaknya sudah melakukan pertemuan beberapa waktu lalu dengan mengundang sekolah-sekolah yang menolak dan sekolah cakupannya masih rendah. Dimana dalam pertemuan tersebut Pemkot Kotamobagu dan MUI sebagai narasumber untuk meyakinkan masyarakat bahwa vaksin yang sampai saat ini dikatakan mengandung unsur enzim Babi tersebut sesuai fatwa MUI bisa digunakan dalam keadaan darurat syariat sebagai ikhtiar demi menyelamatkan anak-anak kita untuk menghindari penyakit Rubella ini.
Dalam pertemuan itu, mereka yang hadir juga sudah dijelaskan dan sudah menyadari tentang dampak postif dan negatifnya yang perlu diprioritaskan. “Karena ini masalah kematian dan itu adalah hak anak untuk mendapatkan hidup layak, sehingga harus diprioritaskan dibandingkan masalah kehalalan itu. Dari situ sudah ada beberapa perubahan dari sekolah yang menolak dan cakupannya masih rendah, dan sekarang Puskesmas sudah menjadwalkan ulang untuk sekolah-sekolah tadi dilakukan lagi imunisasi MR,” kata Apek.
Sekadar diketahui, vaksin campak MR merupakan program yang dicanangkan pemerintah pusat hingga daerah untuk mencegah penyakit campak dan rubella. Sejak dimulai 1 Agustus 2018, program ini diharapkan terelalisasi pada akhir September ini. (Ino)

Komentar